Kini masyarakat Islam tak perlu khawatir untuk berinvestasi, karena ada jenis-jenis investasi yang bebas dari unsur gharar, maysir, dan juga riba. Salah satunya adalah Sukuk Tabungan (ST).
Definisi Sukuk Tabungan (ST)
Sukuk Tabungan (ST) adalah satu jenis surat berharga negara (SBN) untuk masyarakat ritel. Sukuk adalah bukti kepemilikan sebagian aset negara yang disewakan kepada pemerintah dan bukan surat utang Bila kita membeli sukuk, artinya kita membeli aset negara. Aset ini kemudian akan kita sewakan kembali kepada pemerintah hingga saat jatuh tempo, atau masa berlakunya habis. Pada saat jatuh tempo, pemerintah akan mengembalikan uang pokok kita secara utuh dan aset negara pun kita kembalikan.
Sukuk Tabungan (ST), sesuai dengan namanya, memiliki sifat yang mirip dengan tabungan atau deposito bank tetapi memiliki sejumlah keunggulan. Sukuk Tabungan memiliki jangka waktu atau masa berlaku dua tahun.
ST ditawarkan untuk masyarakat ritel seperti kita, yang memiliki modal terbatas. Maka dari itu, nilai minimal pemesanan ST juga sangat terjangkau, mulai dari Rp1 juta (1 unit) dengan kelipatan Rp1 juta hingga Rp3 miliar (3000 unit) per orang selama masa penawaran.
Bagi investor yang memegang prinsip-prinsip Islami, investasi Sukuk Tabungan bisa menjadi pilihan karena bebas dari unsur riba (bunga), maysir (judi) dan gharar (ketidakpastian). Segala informasi tentang struktur, keuntungan, dan tanggal jatuh tempo sukuk dapat dibaca dalam memorandum informasi yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan.
Keuntungan Sukuk
Sukuk bisa menjadi alternatif investasi bagi masyarakat karena menawarkan imbal hasil. Keuntungan atau imbal hasil yang diberikan adalah berupa uang sewa (ujrah) dengan persentase tertentu sesuai dengan prinsip syariah Islam yang tidak mengandung unsur riba.
Imbal hasil sukuk ini juga akan dibayarkan secara rutin tiap bulan dan nilai pokok modal kita akan dibayarkan pada saat jatuh tempo yakni setelah dua tahun.
Imbalan ini akan dikenakan pajak penghasilan oleh pemerintah sebesar 15 persen. Potongan pajak ini lebih kecil daripada pajak deposito yang sebesar 20 persen.
Tidak perlu takut uang kita akan hilang setelah jatuh tempo, karena pembayaran uang pokok dan imbal hasil bulanan dijamin 100 persen oleh pemerintah. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Sukuk tabungan merupakan surat berharga berbasis tabungan yang diterbitkan pemerintah berdasarkan prinsip syariah dan diperuntukkan bagi investor individu atau perseorangan. Sebagai surat berharga, ST termasuk dalam Surat Utang Negara (SUN) turunan dari jenis obligasi. Produk investasi syariah ini ditawarkan khusus kepada individu Warga Negara Indonesia (WNI), sebagai investasi berbasis tabungan yang aman, mudah, terjangkau, dan pastinya menguntungkan.
Pemerintah menerbitkan ST sebagai upaya untuk mengajak masyarakat berpartisipasi dalam pembangunan. Dana yang diperoleh pemerintah dari ST ini digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur dan program-program yang dicanangkan pemerintah sebagai investasi yang merekatkan jalinan kebangsaan menuju bangsa yang mandiri.
Sebagai produk investasi syariah, ST tidak menggunakan sistem bunga yang dinilai sebagai riba (tambahan), di mana dalam ajaran Islam dihukumi haram. Meski tidak menggunakan sistem bunga, namun ST tetap memberikan manfaat finansial kepada investor sebagai imbal hasil atas modal yang ditanamkan atau disertakannya dalam program investasi pemerintah.
Karakteristik Sukuk Tabungan (ST)
Sukuk Tabungan (ST) memiliki karakteristik yang sama dengan SBR (Saving Bond Retail), yaitu salah satu jenis surat berharga negara berbasis tabungan yang juga berfungsi sebagai surat utang negara. Hanya saja perbedaannya ST didasarkan pada prinsip syariah, sedangkan SBR tidak. Berikut karakteristik dari ST.
- Pengelolaan Investasi dengan prinsip syariah
Pengelolaan dana ST dilakukan sesuai dengan prinsip syariah. Hal ini diperkuat dengan adanya pernyataan sesuai syariah dari Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) sebagai lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan fatwa terkait dengan penerapan prinsip-prinsip syariah, termasuk dalam produk-produk perbankan dan investasi.
- Menggunakan akad wakalah
ST diterbitkan dengan menggunakan struktur akad wakalah, yaitu penyerahan dana oleh investor kepada pemerintah untuk mengerjakan program-program pembangunan sebagai investasinya, di mana perwakilan ini berlaku selama yang mewakilkan (investor) masih hidup. Dana ST dari para investor dipergunakan untuk kegiatan investasi berupa pembelian hak manfaat barang milik negara untuk disewakan kepada pemerintah serta pengadaan proyek yang juga disewakan kepada pemerintah. Dari keuntungan hasil kegiatan investasi tersebut, investor akan mendapatkan imbal hasilnya.
- Imbalan mengambang dengan imbalan minimal
Bicara tentang imbalan atau imbal hasil yang akan diterima investor, dalam investasi ST ini pemerintah menjanjikan imbalan atau imbal hasil yang sifatnya mengambang minimal sebesar 8,15 persen per tahun dan mengacu pada BI 7 DRRR (Days Reverse Repo Rate) yang akan mengalami penyesuaian setiap tiga bulan sekali. Jika terjadi kenaikan BI 7 DRRR, maka persentase imbal hasil pun akan mengalami kenaikan. Sebaliknya, apabila BI 7 DRRR menurun, maka ambang imbal hasil minimal yang digunakan tetap 8,15 persen. Imbal hasil ini diberikan setiap bulan hingga jatuh tempo ST tiba.
- Pemesanan mulai dari Rp 1 Juta
Sebagai investasi berbasis syariah, ST sangatlah terjangkau, di mana investor dapat menginvestasikan dananya minimal Rp 1 juta dan maksimal Rp 3 miliar. WNI individu yang ingin berinvestasi tak perlu memiliki modal yang besar, hanya dengan Rp 1 juta sudah bisa berpartisipasi dalam kegiatan investasi pemerintah.
- Fasilitas early redemption / Tenor 2 tahun
Masa berlaku atau tenor dari ST adalah selama 2 (dua) tahun. Selama masa berlaku tersebut, ST tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder. Artinya, ST tidak dapat dialihtangankan kepada pihak lain karena berbasis tabungan. Konsekuensinya, pelunasan atau pembayaran pokok dan imbal hasil dari ST dilakukan setelah jatuh tempo. Meski demikian, terdapat fasilitas early redemption yang memungkinkan investor untuk mengajukan pelunasan atau pembayaran pokok sebagian sebelum jatuh tempo yang maksimal besarnya 50 persen dari nilai ST yang dimiliki.
Perbedaan Sukuk Tabungan (ST) dengan Sukuk Ritel (SR)
Dalam produk investasi berprinsip syariah, selain Sukuk Tabungan (ST) ada pula Sukuk Ritel (SR). Meski sama-sama merupakan surat berharga negara berbasis utang, namun kedua memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Berikut perbedaannya.
- Tenor atau jangka waktu
Sebagaimana telah disinggung di awal bahwa tenor atau jangka waktu ST adalah 2 tahun, sedangkan untuk SR adalah 3 tahun. Artinya, jangka waktu SR lebih lama dibandingkan dengan ST.
- Persentase imbal hasil
Baik ST maupun SR dikelola dengan prinsip syariah, sehingga bebas riba dan manfaat finansialnya diberikan dalam bentuk imbal hasil. Imbal hasil pada ST bersifat mengambang dengan batas minimal 8,15 persen dengan acuan BI 7 DRRR. Sementara imbal hasil pada SR sifatnya tetap dan persentasenya lebih rendah dibandingkan dengan ST, yakni sebesar 5,90 persen.
- Batas minimal dan maksimal pemesanan
ST dapat dipesan minimal hanya dengan Rp 1 juta dan maksimal Rp 3 miliar. Lain halnya dengan SR yang batas minimal dan maksimalnya cenderung lebih besar daripada ST, yakni Rp 2 juta untuk batas minimal dan Rp 5 miliar untuk batas maksimal.
- Jenis akad yang digunakan
Sebagai produk investasi syariah, baik ST dan SR tentu dikelola sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Hanya saja, jenis akad yang digunakan untuk kedua jenis produk investasi pemerintah ini berbeda. ST menggunakan akad wakalah, sedangkan SR beradah ijarah.
- Fleksibilitas di pasar sekunder
Dilihat dari fleksibilitasnya, SR lebih fleksibel dibandingkan dengan ST. Fleksibel di sini dimaksudkan kemampuan kedua jenis surat berharga syariah ini masuk atau diperdagangkan di pasar sekunder. ST sebagai surat utang syariah negara berbasis tabungan tidak dapat diperdagangkan, dialihkan, atau dipindahtangankan kepada pihak lain. Berbeda dengan SR yang lebih fleksibel, karena dapat diperdagangkan atau diperjualbelikan kepada pihak lain.
Dari perbedaan-perbedaan antara ST dengan SR tersebut dapat direkapitulasi dalam bentuk tabel seperti berikut.
Aspek | Sukuk Tabungan (ST) | Sukuk Ritel (SR) |
Tenor/jangka waktu | 2 tahun | 3 tahun |
Persentase imbal hasil | 8,15% bersifat mengambang dengan acuan BI 7 DRRR | 5,90% bersifat tetap |
Batas minimal pemesanan | Rp 1 juta | Rp 2 juta |
Batas maksimal pemesanan | Rp 3 miliar | Rp 5 miliar |
Jenis akad | Akad wakalah | Akad ijarah |
Sifat fleksibilitas | Tidak dapat diperdagangkan | Dapat diperdagangkan |
Sumber : www.simulasikredit.com